Well, generic. But, this is my favorite guitar player of all time. So fuck it!
Mari sejenak melupakan semua yang terjadi dengan Guns N’ Roses dalam 3 tahun belakangan ini. Ketika GN’R berhasil mengeruk jutaan dollar dengan tameng reuni tanpa disertai karya baru, Slash tidak bisa membohongi dirinya. Slash bersama Myles Kennedy dan The Conspirators tahu di mana seharusnya mereka berada.
Pada level seorang Slash, tentu sulit untuk menciptakan musik baru tanpa dibanding-bandingkan dengan apa yang sudah ia buat di masa lalu. Secara langsung, ia bersaing dengan sejarahnya sendiri. Menariknya, album ke empat Slash ini dibuat di sela-sela waktu tur dunia GN’R. Sekali lagi, melawan masa lalu, melawan kelompok paling liar dalam sejarah rock modern, melawan dirinya yang muda. Slash tampil bagus, namun tidak mengejutkan.
Album Living The Dream fokus pada visi mengenai apa yang selama ini ingin dicapai oleh Slash dan Myles Kennedy. Sejenak, alur dalam album ini terdengar seperti arena-rock, namun pada titik tertentu terasa lebih intim dengan muatan yang tidak seperti ekspektasi saya sebelumnya. Tapi saya akui, gaya gitar punchy Slash mampu melengkapi vokal Myless yang penuh gairah, mengingatkan apa yang dicapai Aerosmith di akhir 80-an.
Riff gitar yang dipamerkan dalam album ini mungkin bukanlah yang terbaik dari koleksi Slash, namun slithers, slides, dan dirty boogie Slash menunjukkan betapa dia sangat mengagumi AC/DC. Hal itu bisa kita dengar dalam track Driving Rain. Dibuka dengan cara yang umum, memberikan sensasi yang tidak terlihat, sebelum menarik kita ke dalam jenis southern rock-cum-funk yang jujur saja, aneh namun menarik. Masalah dalam album ini mungkin karena kurangnya kekhasan, di mana hampir semua nada gitar Slash bisa langsung dikenali. Tidak ada yang unik dari lagu-lagu tersebut. Lihat bagaimana track The Great Pretender yang tampaknya meminjam apa yang dimiliki Parisienne Walkways milik Gary Moore, namun digubah dalam mode yang lebih berat.
Tak jauh berbeda dengan track ballad The One You Loved Is Gone (salah satu syarat yang harus dimiliki dalam setiap album Slash). Di ujung balada, Anda akan mencicipi rasa yang sama dengan track Battleground dari Album sebelumnya, World on Fire. Sama-sama mengusung konsep ballad dengan formula yang sama pula. Ah, taik!
Lagu pembuka Call Of The Wild mungkin tidak buruk-buruk amat. Sebuah lagu yang mampu membawa Anda ke jalur yang diharapkan namun di tengah perjalanan justru melempar Anda dengan cara mengubah mentalitas dan keseimbangan cara berjalan Anda. Hal yang sama berlaku pula dengan track Serve You Right di mana band sangat memaksa dalam menampilkan kapasitas mereka demi menonjolkan kedalaman dan kekuatan lagu, yang mana justru menghindarkan mereka dari salah satu klise yang selama ini saya takuti. Dan, ketika album berakhir dengan bau nostalgik kecemasan ala remaja di track Boulevard of Broken Dreams, Slash meninggalkan kesan pada saya bahwa rekaman ini hanya kombinasi kesenangan dan penyesalan. Menjadikan album Living The Dream agak kompulsif.
Jika ada yang saya suka, mungkin track Read Between The Lines yang mampu membawa saya ke dalam alur funk, dan setelah sinyal adiktif itu muncul, secara bertahap berkembang menjadi flying melody. Saya tekankan, ini soal selera. Saya tidak bisa memaksakan selera saya pada Anda, begitupun sebaliknya. Hail Democracy!
Sebagai pengingat, rekaman ini lebih dari sekedar Slash dan Myless, namun juga para The Conspirators yang memiliki sumbangsih warna dan bayangan, meningkatkan aliran karismatik dari perspektif tertentu.
***
Sang supir mengemudikan mobilnya dengan perlahan, yang mana menurutnya aman. Namun bagi para penumpangnya di belakang, itu terasa kurang menyenangkan. Ya, Anda benar, sang supir itu adalah Slash.
Sampaikan Komentar Anda: